Orang mukmin yang mengetahui
betapa penuh berkah dan mulia bulan Ramadhan, sangat ingin agar sepanjang tahun
Ramadah terus, bahkan kalau perlu tidak usah ada hari raya. Tentu saja
keinginan ini tidak dapat terpenuhi karena Allah telah menetapkan kewajiban
Ramadhan hanya sebulan dalam satu tahun. Seusai shaum Ramadhan, disyariatkan
Hari Raya Idul Fitri sebagai hari penuh kegembiraan. Wajarlan kaum Muslim
bergembira pada saat hari raya tersebut, namun kegembiraannya bukan karena
pesta dan hiburan, bukan pula karena telah bebas dari kungkungan puasa. Sebab
kebahagiaan yang ada adalah karena telah berhasil menunaikan salah satu
kewajiban dan kesiapan untuk menunaikan kewajiban berikutnya.
Nabi
Muhammad menyambut Idulfitri dengan penuh kesyukuran lantaran nikmat yang
dikurniakan Allah. Diriwayatkan walaupun beliau bersedih dengan kepergian
Ramadan, namun Idulfitri disambut dengan suasana ceria dan gembira.
Beliau menyambut hari raya dengan memakai pakaian terbaik
yang beliau punya. Malah, Beliau menyarankan kepada sahabatnya supaya
berpakaian bagus seperti disebut oleh cucu Beliau Hassan:
“Nabi memerintahkan kami pada pagi hari raya supaya
memakai pakaian yang paling baik yang kami miliki dan berwangian dengan wangian
yang paling baik yang kami miliki.”
Imam Ibn Qayyim menceritakan bahwa pada hari raya Nabi memakai pakaian
yang paling bagus. Beliau mempunyai pakaian khas yang biasanya dipakai pada dua
hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha) dan Jumaat.
Hari Raya Idul Fitri memang pantas untuk dirayakan oleh kamu muslimin
karena mereka telah memperoleh kemenangan. Dengan pelaksanaan ibadah puasa dan
ibadah-ibadah sunnah lainnya selama sebulan penuh, kaum muslim telah digembleng
sehingga bisa menjadi orang-orang yang bertakwa dan diampuni segala dosanya
sehingga kembali menjadi fitrah. Inilah kemenangan hakiki yang seharusnya kita
raih dan patut kita rayakan.
Ketika berniat berpuasa, hendaklah kita menargetkan
puasa kita dalam rangka mencapai derajat taqwa sebagaimana Firman Allah dalam
QS Al Baqarah [2]: 183:
”Wahai orang-orang yang beriman! Kamu diwajibkan berpuasa sebagaimana
diwajibkan ke atas orang-orang yang terdahulu dari kamu supaya kamu bertakwa”.
Abdullah bin Mas’ud r.a.
mengatakan: Takwa adalah kamu senantiasa mengingat Allah dan tidak
melupakanNya, mematuhiNya dan tidak mendurhakai-Nya, mensyukuri dan tidak
mengingkariNya.
Umar Ibn al-Khatab bertanya kepada
Ubai bin Ka’ab sebutkan ciri-ciri takwa kepadaku? Jawab Ubai: Apakah
engkau pernah melintasi kawasan dengan penuh duri? Umar menjawab: Ya. Katanya:
Apa yang engkau lakukan? Umar menjawab: Saya amat berhati-hati berjalan untuk
menghindari terkena duri. Kata Ka’ab: begitulah ketakwaan.
Dengan takwa seolah-olah manusia mendapat berbagai jenis keistimewaan
sehingga Imam al-Ghazali menyebut didalam kitab Minhaj al-Abidin yang
diantaranya:
- 1. Mendapat bantuan dan dukungan dari Allah.
- 2. Diberikan kemudahan dalam kehidupan.
- 3. Dimurahkan rezeki.
- 4. Dimenangkan atas musuhnya
- 5. Diberi hidayah dan taufik.
- 6. Diberi balasan surga pada hari akhirat.
- 7. Diselamatkan dari neraka.
- Merasakan
pengawasan daripada Allah s.w.t Yang Maha Esa Lagi Maha Tinggi
- Melaksanakan
ibadat yang wajib dan juga yang sunat dengan penuh keikhlasan.
- Menjauhi
segala maksiat baik yang lahir mahupun yang batin seperti riak, ujub,
takabur dan lain-lain.
- Senantiasa
mengkaji sifat orang yang bertakwa dan sejarah mereka seperti sejarah para
anbiya terutama sirah Nabi Muhammad s.a.w dan para salafus salih, terutama
para sahabat.
- Senantiasa
bergaul dengan orang-orang yang soleh. Pada saat yang sama menjauhi
orang-orang yang fasik dan yang durhaka kepada Allah.
- Banyak
tadabbur dan mengkaji ayat-ayat Allah, baik ayat-ayat kauniyah (alam) atau
pun ayat-ayat maqru’ah (ayat-ayat al-Quran) kerana dapat mendatangkan
keinsafan dan yang lebih utama membawa kepada makrifatullah. Dengan
makrifah seseorang sudah pasti berjalan atas keredaan Allah tanpa merasa
goyah dan dapat terpedaya oleh musuh yang nyata yakni syaitan.
Oleh karena itu, marilah sama-sama meningkatkan prestasi ibadat puasa
kita untuk mencapai ketakwaan dan dengannya kita menjadi golongan yang meraih
kebahagiaan dunia seterusnya merentasi akhirat.
Sementara itu, proses berlapar dan menahan diri daripada makan minum
serta melakukan perkara-perkara yang membatalkan puasa memberikan isyarat
bahawa kita dilatih supaya meletakkan kepentingan Allah mengatasi kepentingan
perut, nafsu dan diri sendiri. Inilah makna dan inti dari syariat puasa di
bulan Ramadhan.
Mengapa Hari Raya Idul Fitri dinamakan juga Hari Raya Fitrah? Karena hari itu hari di mana manusia keluar dari Ramadhan membawa diri yang suci bersih lahir dan batin, sebagaimana fitrah semula jadinya. Sebab latihan-latihan ibadah yang diperintahkan di dalam bulan Ramadhan, kalau dilaksanakan mengikuti displin syariat lahir dan batinnya mampu mengembalikan manusia kepada fitrah murni, sama seperti saat mula-mula dilahirkan ke dunia. Sabda Rasulullah SAW:
”Manusia dilahirkan dalam keadaan suci bersih seperti kain putih. Ibu
bapanyalah yang menjadikan Yahudi, Nasrani dan Majusi”
Fitrah manusia sewaktu baru datang ke dunia, yakni sebelum diracuni oleh
kesesatan dan maksiat, adalah bersih dari segala kejahatan lahir dan batin.
Hati manusia asalnya atau fitrahnya adalah baik, menyintai kebaikan, kenal dan
taat kepada Allah SWT. Sebab hati memang mengakui dirinya adalah hamba Allah.
Hati tidak setuju kalau dia dikatakan hamba syaitan, hamba nafsu, atau
lain-lain selain Tuhan.
” Bukankah Aku ini Tuhan kamu? Mereka menjawab Ya, kami menjadi saksi
(Engkaulah Tuhan kami).” (Al A’ raf: 172)
Demikian pengakuan roh sewaktu belum
dilahirkan ke dunia, yakni ketika dihadapkan ke hadrat Allah. Roh (Hati) waktu
itu kenal Allah dan mengaku hamba-Nya. Tapi bila tiba ke dunia yang fana ini,
roh diselimuti nafsu dan syaitan dan dipengaruhi oleh segala macam tipu daya
kenikmatan dan kelezatan dunia, maka jadilah ia durhaka dan lupa pada Tuhan
yang sebenarnya yakni Allah SWT.
Lalu manusia bertuhankan kepada selain Allah baik sadar atau tidak. Umat
Islam, sekalipun mengaku Allah Tuhannya, tapi dalam tindak-tanduknya, mereka
bertuhankan hawa nafsu. Amalan lahir, apalagi amalan batin yang mereka
lakukan adalah perbuatan-perbuatan yang diperintahkan oleh nafsu. Firman Allah
:
”Maka pernahkah engkau perhatikan orang-orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai Tuhannya?” (Al Jaathiah: 23)
Tamak dan loba, cinta dunia (hingga lupa Akhirat), gila pangkat dan
sanjungan hingga tindas-menindas dan zalim menzalimi, sombong, angkuh, takabur
hingga hilang timbang rasa dan belas kasihan sesama manusia, berdengki
berdendam hingga sanggup fitnah memfitnah, umpat mengumpat, mengadu domba,
mengambil hati dan menjilat. Bakhil atau pelit hingga terjadilah si kaya
bertambah kaya, semiskin makin miskin, mementingkan diri sendiri dan
menyalah-gunakan kuasa hingga terbiasa melihat dan membiarkan kesusahan yang
ditanggung oleh orang lain. ltulah di antara kejahatan manusia dengan sesama
manusia kerana bertuhankan nafsu. Dengan Allah lebih-lebih lagi kejamnya
manusia ini.
Kalau begitu wajiblah kila melakukan amalan-amalan yang dapat
membersihkan diri kita. Amalan berpuasa adalah amalan yang
sebaik-baiknya. Sebab itu Allah mewajibkan kita berpuasa di bulan Ramadhan
sebulan lamanya. Puasa yang dilakukan dengan sebaik-baiknya, akan dapat
mengembalikan manusia kepada fitrahnya. Hal ini berlaku karena sepanjang
Ramadhan kita mengerjakan amalan-amalan seperti berikut, Puasa, Sembahyang
sunat Terawih, Mengeluarkan zakat fitrah dan sedekah, serta Membaca Al
Quran.
Semua ibadah ini adalah tarbiah atau pendidikan yang dapat membuang
sifat-sifat yang jahat, kemudian menggantikannya dengan sifat-sifat fitrah yang
murni. Dengan kata lain, dapat membuang sifat mazmumah untuk diganti dengan
sifat-sifat mahmudah
Disekitar kita terdapat bermacam benda yang dapat dijadikan contoh
sebagai kehidupan manusia. Komputer contohnya ketika mula-mula dibeli dalam
keadaan baik dan lancar tanpa ada gangguan dalam mengendalikannya atau ketika
surf internet dan bermain games.
Tetapi oleh karena kita tidak pandai
menjaga komputer tersebut dalam masa setahun atau lebih pasti komputer tersebut
selalu hang dan dimasuki virus trojan dan brontok yang
susah dibuang. Tidak dapat tidak komputer tersebut perlu diformat lagi supaya
kembali seperti asal dan untuk menjaga hardware dari kerusakan permanen.
Sebagaimana komputer, manusia juga lahir dalam keadaan bersih dan suci
yang dalam bahasa agama disebut sebagai ‘fitrah’ seperti firman Allah dalam
Surah Ar-Rum[30]: 30
“ Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah
atas fitrah Allah yang menciptakan manusia dengan fitrah itu, tidak ada
perubahan ke atas fitrah tersebut. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakkan
manusia tidak mengetahuinya”
Dalam perjalan hidup manusia dari Ramadhan tahun lalu sampai ke hari ini
pastilah terdapat noda-noda hitam yang akan membuat hati tertutup dari menerima
kebenaran kesan dari luka yang bernanah yang susah untuk sembuh juga turut
menular ke masyarakat seluruhnya.
Jika komputer kita rawat dengan memformat kembali komputernya dan
memasukkan fresh program ke dalamnya tetapi bagi manusia Allah
S.W.T telah menyediakan bulan Ramadhan sebagai bengkel untuk merawat
penyakit-penyakit hati manusia supaya menjadi bersih dan suci seperti fitrah
yang asal.
Apa yang diharapkan selepas di
masukkan ke bengkel Ramadhan manusia tersebut akan keluar dengan semangat baru
dan menjadi seorang yang Muttaqin iaitu seorang yang takut
kepada kebesaran Allah S.W.T.
Di dalam bengkel tersebut manusia akan digandakan kekuatannya
dengan memberikan super power kepada rohani yaitu pahala yang dibuat akan
digandakan dengan sebanyak-banyaknya yang tidak ada di bulan lain. Begitu juga
jasmani akan dikuatkan dengan solat terawih dan tahajjud yang akan memberikan kekuatan
yang lebih pada tubuh.
Berpuasa di siang hari juga dapat menyembuhkan penyakit-penyakit tubuh,
sabda Nabi yang maksudnya:
”Perut adalah sumber timbulnya
penyakit dan mengosongkannya adalah obatnya”.
Sehinggakan doktor pun mengakui ketika ingin membedah pesakit dia akan
meminta pesakit tersebut supaya berpuasa. Inilah buktinya yang tidak dapat akal
manusia memahaminya.
Penutup
Pada
penghujung Ramadan ini setiap Muslim sewajarnya bermuhasabah dan menilai diri
terhadap ibadat puasa yang dilaksanakan. Apakah ibadat puasa kali ini
benar-benar mencapai tujuan yang ditetapkan Allah yaitu untuk melahirkan insan
bertakwa? Apakah setiap Muslim dapat meraih derajat insan bertakwa dan akhirnya
kembali kepada fitrah setelah sebulan penuh berpuasa Ramadan?
Idul Fitri bukan akhir dari ketaatan, melainkan awal dari ketaatan baru.
Apabila sikap setelah Ramadhan tidak menunjukkan peningkatan ketakwaan, maka
kita perlu merenungkan sabda Rasulullah saw:
”Betapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan apapun kecuali
lapar dan dahaga saja” (HR Ibnu Huzaimah).
Wabillahittaufiq wal hidayah.