HAKIKAT PUASA 5
Semua ibadah, baik
berbentuk ucapan ataupun perbuatan, lahir maupun batin, terkait dengan badan
maupun harta, maka tidak lain merupakan amal tazkiyyatun nufus, pensucian jiwa
dan hati dari kekotoran
Semua ibadah, baik berbentuk ucapan ataupun perbuatan, lahir maupun batin, terkait dengan badan maupun harta, maka tidak lain merupakan amal tazkiyyatun nufus, pensucian jiwa dan hati dari kekotoran. Setiap ibadah itu adalah gizi bagi hati yang membuahkan kebersihan hati, kebaikan akhlak, dan meningkatkan keimanan. Contohnya adalah empat ibadah yang penting dan berstatus rukun Islam, yaitu shalat, puasa ramadhan, zakat mal, dan haji berikut ini.
Semua ibadah, baik berbentuk ucapan ataupun perbuatan, lahir maupun batin, terkait dengan badan maupun harta, maka tidak lain merupakan amal tazkiyyatun nufus, pensucian jiwa dan hati dari kekotoran. Setiap ibadah itu adalah gizi bagi hati yang membuahkan kebersihan hati, kebaikan akhlak, dan meningkatkan keimanan. Contohnya adalah empat ibadah yang penting dan berstatus rukun Islam, yaitu shalat, puasa ramadhan, zakat mal, dan haji berikut ini.
Shalat
Tentang
shalat, Allah Ta’ala mengaitkan ibadah shalat dengan buahnya, berupa
kebersihan jiwa dari kekejian dan kemungkaran,Dia berfirman,
إِنَّ
الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari kekejian dan
kemungkaran” (Al-‘Ankabuut: 45).
Zakat
Tentang
zakat, Allah Ta’ala berfirman,
خُذْ
مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan
zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka” (At-Taubah:
103).
Di
dalam Ayat tersebut terdapat penjelasan zakat jika ditunaikan dengan baik
adalah untuk mensucikan jiwa dari kotoran-kotoran dosa.
Haji
Rukun
Islam kelima, haji, Allah Ta’ala berfirman:
الْحَجُّ
أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا
فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi,
barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka
tidak boleh rafats, berbuat fasik (kemaksiatan) dan berbantah-bantahan di dalam
masa mengerjakan haji” (Al-Baqarah: 197).
Di
dalam Ayat tersebut, terdapat penjelasan, bahwa haji yang baik tidaklah pernah
selaras dengan rafats, fasik (kemaksiatan) dan
berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Seseorang yang menunaikan
haji dengan benar akan suci jiwanya dari perkara-perkara tersebut.
Puasa
Demikian
pula untuk ibadah puasa, insyaallah akan kami sebutkan setelah
ini.
Renungan
Ketauhilah,
bahwa setiap ibadah yang kita lakukan, namun tidak menambah kekuatan dalam
keimanan dan kebersihan jiwa, berarti ibadah tersebut telah terkontaminasi.
Bisa jadi termasuki kotoran riya, tujuan duniawi, atau kotoran ilmu yang salah
dalam memandang sebuah ibadah dan yang semisalnya.
Ibnul
Qoyyim rahimahullah berkata,
كُلُّ
عِلْمٍ وَعَمَلٍ لاَ يَزِيْدُ الإِيمَانَ واليَقِيْنَ قُوَّةً فَمَدْخُوْلٌ،
وَكُلُّ إِيمَانٍ لاَ يَبْعَثُ عَلَى الْعَمَلِ فَمَدْخُوْلٌ
“Setiap
ilmu dan amal yang tidak menambah kekuatan dalam keimanan dan keyakinan maka
telah termasuki kotoran (terkontaminasi), dan setiap iman yang tidak mendorong
untuk beramal maka telah termasuki kotoran” (Al-Fawaid).
Lihatlah hakikat, jangan tertipu dengan lahiriyah suatu amal!
Dari
penjelasan di atas, mari kita intropeksi diri, bagimanakah ibadah-ibadah yang
selama ini kita lakukan? Apakah terpenuhi kriteria ibadah yang diterima oleh
Allah? Ataukah justru ibadah-ibadah yang kita lakukan selama ini, banyak yang
sekedar aktifitas lahiriyyah tanpa ada ruhnya? Jika memang demikian, tidakkah
kita malu mempersembahkan kepada Rabb kita sesuatu tanpa ruh, ibarat bangkai
tak bernyawa?
Apakah
selama ini kita benar-benar telah perhatian terhadap hakikat peribadatan
ataukah dalam mengerjakan ibadah masih lebih banyak perhatian kepada lahiriyyah
suatu ibadah; asal sah ibadah tersebut atau asal gugur kewajiban ibadah
tersebut?
Perhatikan
beberapa nukilan berikut ini yang menggambarkan bahwa para ulama dari dulu
sangat perhatian terhadap hakikat suatu amal!
Syaikhul
Islam Ibnu Taymiyyah dalam kitabnya Al-Ubudiyyah menyatakan,
فالعاقل
ينظر إلى الحقائق لا إلى الظواهر
“(Ciri
khas) orang yang berakal adalah melihat hakikat (sesuatu),tidak terjebak dengan
lahirnya”
Demikian
pula Ibnu Rajab rahimahullah berkata,
رب
قائم حظه من قيامه السهر، كم من قائم محروم و من نائم مرحوم، هذا نام و قلبه ذاكر
و هذا قام و قلبه فاجر
“Bisa
jadi orang yang shalat malam, namun hanya mendapatkan begadang saja (tidak
dapat pahala). (Ingatlah) berapa banyak orang yang shalat malam namun tidak
dirahmati (oleh Allah), sedangkan yang tidur justru dirahmati. Rahasianya
adalah orang yang kedua memang lahirnya (yang nampak) tidur, namun hatinya
ingat Allah (bertakwa), adapun orang yang pertama memang zhahirnya shalat
malam, namun sayangnya hatinya menyimpan maksiat”
Beliau
juga berkata,
كم
من مستغفر ممقوت و ساكت مرحوم ، هذا استغفر و قلبه فاجر و هذا سكت و قلبه ذاكر
“(Ingatlah)berapa
banyak orang yang lisannya istighfar,namun dibenci (oleh Allah),sedangkan orang
yang lisannya diam,malah justru dirahmati. Rahasianya adalah orang yang pertama
ini lisannya memang istighfar, namun hatinya menyimpan maksiat, adapun orang
yang kedua, lisannya diam,namun hatinya ingat Allah (bertakwa)” (Lathoiful
Ma’arif, Ibnu Rajab rahimahullah).
Pada artikel selanjutnya, insyaallah akan penulis
sebutkan beberapa dalil yang menjelaskan tentang hakikat puasa yang dikehendaki
oleh Allah Ta’ala, yaitu puasa yang membuahkan ketakwaan dan
kebersihan jiwa. Bersambung ke HAKIKAT PUASA 6
Sumber: https://muslim.or.id/25769-hakekat-puasa-1.html